Total Tayangan Halaman

Selasa, 07 Juli 2020

CERBER


PNS (Part 2)

“Bagaimana kawan, ujian tadi ? bisa kau jawab semua? “ Fajar bertanya
“Yah…semua soal tadi ku jawab. Semoga bisa lulus” jawabku tersenyum
“ Kalau aku, tadi kukosongkan lembar jawabannya tapi nama tetap ditulis “ timpal Arif.
“Hah? Mengapa?” tanyaku terkejut
“Saran Pak Wisnu sipanitia yang mengurus kelulusanku, katanya cukup dikosongkan saja. Nanti biar panitia yang menjawab sebelum dimasukkan ke komputer pemindai. Lagipula orangtuaku sudah memberi mereka uang sebagai kompensasinya “ terang Arif sambil tersenyum.
“Aku juga tadi begitu” jawab Fajar. Aku hanya bisa terdiam
“Loh, kau tidak jadi memberikan uang ke pak Wisnu ya  Burhan? Kan sudah kuberitahu dua hari yang lalu. Masa kau tidak diberitahu oleh beliau hal itu?” timpal Arif lagi
“Aku memberikannya bukan ke pak Wisnu Arif, aku berikan ke temannya, ke pak Sutomo” jawabku pelan
“Astaga…. Kenapa tidak kau berikan kepada pak Wisnu langsung saja? Memangnya kau tahu dari mana kalau pak Sutomo itu temannya pak Wisnu? Bisa jadi uangmu tidak sampai kawan… kalau begitu caranya, pak Wisnu pasti tidak mau bertanggung jawab seandainya kamu tidak lulus. Sebab uangnya tidak kau berikan ke dia”
Spontan tanganku mengusap keringat di kening yang tiba-tiba muncul. Kecemasan dan keraguan mulai timbul.
            “ Ah.. tidak kawan. Semoga tidak begitu. Dan jangan sampai begitu. Sebab uang itu kuperoleh dari pinjaman di pak Hendra. Bisa mati aku kalau aku ditipu”
            “APA?! Kau berani meminjam pada rentenir itu? Hei kawan tidakkah kau tahu banyak sudah yang jadi miskin gara-gara berhutang sama pak Hendra. Mengapa kau bernyali sekali pinjam kesana? Mengapa tidak kau coba pinjam ke Bank kah atau ke mana” ujar Fajar terkejut.
            “Aku sudah tidak tahu lagi kawan hendak kemana. Pinjam ke Bank itu tidak mungkin. Kami tidak punya jaminan . Untuk kau tahu rumah yang kami tinggali ini adalah rumah saudara ibu yang kasihan melihat kami terlunta-lunta semenjak ayahku meninggal. Aku sudah berusaha bertanya pada kawan-kawan kita yang telah sukses. Tapi mereka tidak mau meminjamkannya dengan alasan takut tidak dapat aku kembalikan. Uang jumlah segitu bukanlah sedikit. Aku takut meminta kepada ibuku. Kalian tahu sendiri kondisi kehidupan kami seperti apa. Aku meminjam ini pun tanpa sepengetahuan ibuku, karena aku tidak ingin membuat beliau cemas” ceritaku mencoba membela diri.
            “ Lalu kau meminjam uang dari pak Hendra dengan jaminan apa? Pak Hendra adalah tipe orang yang tidak mau memberikan uang kalau tidak ada jaminan.. apa yang kau janjikan hah?” timpal Arif
Aku terdiam menunduk sambil kakiku tak mau diam, menendang-nendang kecil tanah didepan hingga menjadi gundukan..
“aku menjaminkan rumah bibiku yang kami tinggali sekarang dengan perjanjian surat yang kutulis tangan. Pak Hendra tidak tau kalau rumah itu bukan milik kami. Aku berbohong padanya” jawabku lirih
            “ APAA!!!! Oh Tuhaaaannnnn….. otak mu sudah mulai rusak rupanya.. astagaaaaa… kau mau seret keluargamu dalam siksaan pak Hendra… aduhhhhhhhh kenapa kau tidak berpikiran panjang Burhaaannnnn” teriak  Fajar tak menyangka atas kelancanganku
            “ KALIAN lah yang sudah merusakku… kalian yang menyuruh aku untuk ikut menyogok panita agar LULUS. Gara-gara kalian yang meracuniku sehingga aku mau tidak mau mencari jalan walaupun kutau itu salah “ Teriakku emosi. Aku marah..aku marah pada Fajar, aku marah pada Arif, aku marah pada panitia, aku marah pada pak Hendra dan lebih sakit lagi aku marah pada diriku sendiri karena tau semua itu benar. Arif tiba-tiba memeluk menenangkan aku.. sebab dilihatnya tanganku telah terkepal dan apabila tak dicegah maka aku akan mengamuk memukul siapapun yang ada didekatku.
            “ Yah sudahlah, sudah terlanjur. Sekarang kau tinggal berdoa saja semoga yang namanya pak Sutomo itu tidak menipumu. Toh pengumumannya dua minggu lagi. Banyak berdoa sajalah kawan” ujar Arif mencoba bijak. Tapi semua perkataannya tidak bisa kuresapi dengan baik karena tiba-tiba aku takut kalau yang menjadi sangkaan mereka akan benar terjadi. Aku harus bagaimana? Kucoba mengendalikan emosiku yang tadi telah memuncak. Berbagai pikiran buruk tiba-tiba muncul dalam benakku…Ah… kucoba menepis pikiran buruk itu dan menyelipkan doa di dalam hati sambil melangkah gontai menuju rumah, meninggalkan Arif dan Fajar yang masih termangu entah berpikir apa.
                                                               ******             
            Aku berlari menuju papan pengumuman sambil berdoa semoga namaku tertera disana. Sengaja Fajar dan Arif  tidak ku ajak serta, karena tidak ingin mendengarkan ceramah atau komentar apapun dari mereka berdua. Aku hanya ingin sendiri.

            Kutelusuri rangkaian daftar nama yang  lulus PNS tahun ini dengan telunjuk. Jantungku mulai berdegup kencang karena namaku tidak kutemukan. Hei…kutemukan nama Arif dan Fajar. Rupanya mereka lulus.  Hhhh… kutarik napas panjang lalu memutuskan  mencoba mencari sekali lagi. Khawatir mungkin namaku tadi terlewat. Tapi setelah dua kali , tiga kali hingga empat kali kucari namaku tetap tidak nampak. 

          Oh Tuhan,  kakiku tiba-tiba lemas dan tidak punya kekuatan untuk menopang berat tubuhku. Suara teriakan dari peserta yang lulus dan suara tangisan dari yang bernasib sama sepertiku, sudah tidak bisa ku bedakan. Semuanya sama ditelingaku yang tiba-tiba tuli. Keringat dingin makin bermunculan dikeningku, di telapak tanganku bahkan  hingga dikaki. Mataku  panas, dan tak terasa sebutir mengalir turun dan kemudian diikuti butir-butir lainnya. Dadaku sesak, aku tidak bisa bernapas. Oh Tuhannnn, aku tersadar kalau aku telah ditiipu. Benar perkataan Arif waktu itu. Aku mengutuk diriku sendiri mengapa begitu bodohnya  mempercayai dan memberikan uang kepada pak Sutomo hanya karena bapak itu sedang berada di rumah pak Wisnu. Aku mengira beliau memang temannya sesama panitia.  aduh biyuuuunggggg… kemana aku harus mencari bapak itu?  Pikiranku penuh sesak dengan  penyesalan, hutang, nasib ibu dan adikku serta bercampur pikiran lainnya. Lalu tiba-tiba saja pandanganku menjadi gelap. Dan selanjutnya aku sudah tidak sadar lagi.


BERSAMBUNG....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar