Total Tayangan Halaman

Selasa, 07 Juli 2020

PNS (Part 3 - Tamat)




“Hei Burhan, keluar kau ! sudah satu bulan ini kau mangkir. Belum pernah kau tampakkan lagi batang hidungmu ke tempat ku. Bayar hutangmu segera!! Kalau tidak, akan kusuruh tukang pukulku ini untuk menghajarmu, ibu dan adik-adikmu. KELUARRR!!!”
Suara menggelegar pak Hendra memecah keheningan pagi itu. Ia datang bersama dua orang tukang pukulnya yang berbadan besar yang telah dengan sigap memegang kayu balok panjang seukuran sepenggalan tangan. Tetanggaku mulai muncul satu persatu didepan rumah mereka karena suara besar pak Hendra. Penasaran.
Aku mengintip dibalik gorden. Ibuku juga berdiri disampingku bersembunyi.
“Aduh nakkk…. Apa yang sudah kau lakukan?? Benar kau berhutang pada pak Hendra? Untuk apa nak? Mengapa kau tidak memberitahu ibu kalau kau butuh uang? “ tanya ibu sambil menangis ketakutan di sampingku.
“sssttt… tenanglah bu. Ibu diam disini.Burhan keluar dulu ya bu. Sebentar saja” pamitku menegarkan diri walau sebenarnya nyaliku ciut demi melihat tukang pukul yang sangar itu.
Pak Hendra kembali menampakkan wajah busuknya ketika melihat aku keluar. Sepertinya ia pelit untuk memberikan senyuman. Berbeda saat aku datang meminjam. Ia menyambutku dengan ramah dan penuh senyuman.
“ Bagus.. akhirnya kau keluar juga. Kau tahu hari ini jatuh tempo sebulan untuk hutangmu. Tapi aku datang kemari hanya untuk menagih bunga pinjaman tersebut. Hari ini kau harus membayar Rp5,5 juta rupiah. Ingat ! itu hanya bunga. Belum pokoknya!”
“Maaf pak Hendra. Saya belum punya uang hari ini. Bahkan mungkin sampai bulan depan. Saya masih mencari kerja untuk membayar hutang bapak” jawabku bergetar pelan
“ APA!!! Kau kan dulu bilang bahwa kau sanggup membayar setelah kau lulus PNS. Memangnya kau tidak lulus PNS? Hahahahaha…. Kasihan sekali kau Burhan. Susah-susah kau meminjam uang untuk menyogok demi lulus PNS ehhh nyatanya kau tidak lulus juga. Hahahahaha…. Tapi aku tidak peduli. Mau lulus kek, mau tidak lulus kek, yang penting hari ini batas pembayaran bunga pinjamanmu sesuai dengan perjanjian yang sudah kau tandatangani. Titik !!!” Suara Pak Hendra yang mencemoohku menggelegar. Sepertinya nampak disengaja agar didengar semua orang. Aku seolah dapat melihat raut wajah terkejut ibuku dibalik gorden itu demi mendengar perkataan pak Hendra.
Tak sadar, tetangga-tetangga mulai berkerumun , berbisik satu sama lain. Aku seolah mendengar bisik-bisik mereka. Ada yang mencemoohku karena mencoba curang demi lulus PNS. Ada yang mengataiku sudah terkena karma dan laknat Tuhan karena mencoba menyuap panitia karenanya tidak lulus. Tapi tidak sedikit pula yang kasihan dan menyayangkan sikapku yang berani meminjam uang kepada rentenir seperti pak Hendra.
“Saya mohon pak Hendra mau memberikan saya kesempatan. Bulan depan saya akan membayarnya pak. Saya janji” Aku mencoba membujuk walau dengan suara tergetar.
“Halah.. mau dapat uang dari mana kamu!?? .Hm.. ..baiklah. Saya beri kamu kesempatan . Tapi ingat, yang harus kamu bayar bulan depan adalah 2 kali lipat dari Bunga pinjaman plus denda keterlambatan pinjaman sebesar 2 % perhari terhitung mlai hari ini. Kalau bulan depan kau mangkir lagi, aku akan merontokkan gigi dan menghancurkan wajahmu serta aku sita rumah ini . Mengerti !!”. teriak Pak Hendra dengan wajah bengisnya mengancam.
“Baik pak. Saya janji” Jawabku mencoba meyakinkan.
Entah meyakinkan diri sendiri atau meyakinkan pak Hendra . aku sudah tak peduli. Yang penting hari itu aku lolos dari gebukan dua tukang pukulnya. Bersamaan dengan perkataanku , pak Hendra berbalik pergi meninggalkan aku yang termangu.
******
Aku berjinjit melangkahkan kaki keluar dari rumah. Takut suara langkahku akan didengar ibu. Cukup sudah aku membuat ibuku sedih dan menangis tadi pagi. Aku sudah tidak ingin melihat wajah sedih dan kecewanya lagi. Kecewa karena aku anaknya mau melakukan tindakan curang demi lulus PNS dan akhirnya menjerumuskan keluarga dalam hutang yang besar pada rentenir. Kugenggam erat-erat tali Nylon besar ditangan kananku serta bangku kecil di tangan kiriku. Aku sudah bertekad malam ini. Selembar surat penyelesalan sudah ku selipkan dibalik bantalku. Aku memutuskan pergi.
Aku terus berjalan ke depan rumah sampai pada sebuah pohon mangga bercabang rendah. Kulemparkankan tali nylon tersebut lalu kubuat simpul yang kuat. kusimpan kursi kecil dibawahnya. Lalu dengan segera kuberdiri diatas kursi kecil tersebut, dan mengalungkan tali nylon bersimpul itu di batang leherku. Sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling sebagai pandangan terakhirku pada dunia lalu dalam hitungan detik kusingkirkan bangku tersebut dengan ujung kaki. Kurasakan tali nylon itu mulai mencekik kuat leherku, rasa panas merambat dari ujung kaki hingga kepala. Aku mulai megap-megap mencari udara. Kakiku bergerak-gerak kencang seolah mencari pijakan. Tangankupun kuat memegang tali nylon tersebut mencoba melonggarkan. Namun aku sadar itu hal yang percuma. Lidahku mulai menjulur mencari udara. Sakit yang kurasa hingga membuat air kencingku keluar. Aku tidak tahu kalau tercekik itu akan sesakit ini. tiba-tiba akal sehatku muncul.. aku tidak boleh mati !!.. gerakan kaki dan badanku makin cepat. aku berharap menemukan pijakan namun tak ada. Terlambat sudah... aku tak dapat melonggarkan tali dileherku. Akhirnya aku menyerah karena sakit ini sudah tak tertahankan lagi. Pikiranku yang terakhir adalah aku berharap dengan langkahku ini ibuku bisa terbebas dari rasa malu dari sikapku dan terbebas dari hutangku. Hanya ini satu-satunya jalan dan airmata penyesalanku menetes. Kemudian pandangan mataku gelap bersama dengan suara terakhir yang keluar dari mulutku "aarrrkkkhhhhh.."
******
Malam itu, Pak Sutomo tertawa senang bersama pak Hendra. Dia diberikan amplop coklat berisi Rp20 Juta. Upahnya karena berhasil mendapatkan kembali uang Rp55 Juta yang dipinjam pemuda bodoh bernama Burhan . Hanya dengan sedikit tipuan kecil, berdiri didepan rumah pak Wisnu, pemuda itu percaya saja kalau ia adalah teman pak Wisnu. Lalu dengan lugunya memberikan uang tersebut demi lulus PNS. Hah betapa bodohnya, pikirnya lagi. Sambil bersulang bir ditangan, kedua orang tersebut tertawa terbahak-bahak karena mereka telah berhasil mendapatkan sapi perah lagi. Dan kali ini mereka yakin dalam waktu yang lama.
TAMAT
CERBER


PNS (Part 2)

“Bagaimana kawan, ujian tadi ? bisa kau jawab semua? “ Fajar bertanya
“Yah…semua soal tadi ku jawab. Semoga bisa lulus” jawabku tersenyum
“ Kalau aku, tadi kukosongkan lembar jawabannya tapi nama tetap ditulis “ timpal Arif.
“Hah? Mengapa?” tanyaku terkejut
“Saran Pak Wisnu sipanitia yang mengurus kelulusanku, katanya cukup dikosongkan saja. Nanti biar panitia yang menjawab sebelum dimasukkan ke komputer pemindai. Lagipula orangtuaku sudah memberi mereka uang sebagai kompensasinya “ terang Arif sambil tersenyum.
“Aku juga tadi begitu” jawab Fajar. Aku hanya bisa terdiam
“Loh, kau tidak jadi memberikan uang ke pak Wisnu ya  Burhan? Kan sudah kuberitahu dua hari yang lalu. Masa kau tidak diberitahu oleh beliau hal itu?” timpal Arif lagi
“Aku memberikannya bukan ke pak Wisnu Arif, aku berikan ke temannya, ke pak Sutomo” jawabku pelan
“Astaga…. Kenapa tidak kau berikan kepada pak Wisnu langsung saja? Memangnya kau tahu dari mana kalau pak Sutomo itu temannya pak Wisnu? Bisa jadi uangmu tidak sampai kawan… kalau begitu caranya, pak Wisnu pasti tidak mau bertanggung jawab seandainya kamu tidak lulus. Sebab uangnya tidak kau berikan ke dia”
Spontan tanganku mengusap keringat di kening yang tiba-tiba muncul. Kecemasan dan keraguan mulai timbul.
            “ Ah.. tidak kawan. Semoga tidak begitu. Dan jangan sampai begitu. Sebab uang itu kuperoleh dari pinjaman di pak Hendra. Bisa mati aku kalau aku ditipu”
            “APA?! Kau berani meminjam pada rentenir itu? Hei kawan tidakkah kau tahu banyak sudah yang jadi miskin gara-gara berhutang sama pak Hendra. Mengapa kau bernyali sekali pinjam kesana? Mengapa tidak kau coba pinjam ke Bank kah atau ke mana” ujar Fajar terkejut.
            “Aku sudah tidak tahu lagi kawan hendak kemana. Pinjam ke Bank itu tidak mungkin. Kami tidak punya jaminan . Untuk kau tahu rumah yang kami tinggali ini adalah rumah saudara ibu yang kasihan melihat kami terlunta-lunta semenjak ayahku meninggal. Aku sudah berusaha bertanya pada kawan-kawan kita yang telah sukses. Tapi mereka tidak mau meminjamkannya dengan alasan takut tidak dapat aku kembalikan. Uang jumlah segitu bukanlah sedikit. Aku takut meminta kepada ibuku. Kalian tahu sendiri kondisi kehidupan kami seperti apa. Aku meminjam ini pun tanpa sepengetahuan ibuku, karena aku tidak ingin membuat beliau cemas” ceritaku mencoba membela diri.
            “ Lalu kau meminjam uang dari pak Hendra dengan jaminan apa? Pak Hendra adalah tipe orang yang tidak mau memberikan uang kalau tidak ada jaminan.. apa yang kau janjikan hah?” timpal Arif
Aku terdiam menunduk sambil kakiku tak mau diam, menendang-nendang kecil tanah didepan hingga menjadi gundukan..
“aku menjaminkan rumah bibiku yang kami tinggali sekarang dengan perjanjian surat yang kutulis tangan. Pak Hendra tidak tau kalau rumah itu bukan milik kami. Aku berbohong padanya” jawabku lirih
            “ APAA!!!! Oh Tuhaaaannnnn….. otak mu sudah mulai rusak rupanya.. astagaaaaa… kau mau seret keluargamu dalam siksaan pak Hendra… aduhhhhhhhh kenapa kau tidak berpikiran panjang Burhaaannnnn” teriak  Fajar tak menyangka atas kelancanganku
            “ KALIAN lah yang sudah merusakku… kalian yang menyuruh aku untuk ikut menyogok panita agar LULUS. Gara-gara kalian yang meracuniku sehingga aku mau tidak mau mencari jalan walaupun kutau itu salah “ Teriakku emosi. Aku marah..aku marah pada Fajar, aku marah pada Arif, aku marah pada panitia, aku marah pada pak Hendra dan lebih sakit lagi aku marah pada diriku sendiri karena tau semua itu benar. Arif tiba-tiba memeluk menenangkan aku.. sebab dilihatnya tanganku telah terkepal dan apabila tak dicegah maka aku akan mengamuk memukul siapapun yang ada didekatku.
            “ Yah sudahlah, sudah terlanjur. Sekarang kau tinggal berdoa saja semoga yang namanya pak Sutomo itu tidak menipumu. Toh pengumumannya dua minggu lagi. Banyak berdoa sajalah kawan” ujar Arif mencoba bijak. Tapi semua perkataannya tidak bisa kuresapi dengan baik karena tiba-tiba aku takut kalau yang menjadi sangkaan mereka akan benar terjadi. Aku harus bagaimana? Kucoba mengendalikan emosiku yang tadi telah memuncak. Berbagai pikiran buruk tiba-tiba muncul dalam benakku…Ah… kucoba menepis pikiran buruk itu dan menyelipkan doa di dalam hati sambil melangkah gontai menuju rumah, meninggalkan Arif dan Fajar yang masih termangu entah berpikir apa.
                                                               ******             
            Aku berlari menuju papan pengumuman sambil berdoa semoga namaku tertera disana. Sengaja Fajar dan Arif  tidak ku ajak serta, karena tidak ingin mendengarkan ceramah atau komentar apapun dari mereka berdua. Aku hanya ingin sendiri.

            Kutelusuri rangkaian daftar nama yang  lulus PNS tahun ini dengan telunjuk. Jantungku mulai berdegup kencang karena namaku tidak kutemukan. Hei…kutemukan nama Arif dan Fajar. Rupanya mereka lulus.  Hhhh… kutarik napas panjang lalu memutuskan  mencoba mencari sekali lagi. Khawatir mungkin namaku tadi terlewat. Tapi setelah dua kali , tiga kali hingga empat kali kucari namaku tetap tidak nampak. 

          Oh Tuhan,  kakiku tiba-tiba lemas dan tidak punya kekuatan untuk menopang berat tubuhku. Suara teriakan dari peserta yang lulus dan suara tangisan dari yang bernasib sama sepertiku, sudah tidak bisa ku bedakan. Semuanya sama ditelingaku yang tiba-tiba tuli. Keringat dingin makin bermunculan dikeningku, di telapak tanganku bahkan  hingga dikaki. Mataku  panas, dan tak terasa sebutir mengalir turun dan kemudian diikuti butir-butir lainnya. Dadaku sesak, aku tidak bisa bernapas. Oh Tuhannnn, aku tersadar kalau aku telah ditiipu. Benar perkataan Arif waktu itu. Aku mengutuk diriku sendiri mengapa begitu bodohnya  mempercayai dan memberikan uang kepada pak Sutomo hanya karena bapak itu sedang berada di rumah pak Wisnu. Aku mengira beliau memang temannya sesama panitia.  aduh biyuuuunggggg… kemana aku harus mencari bapak itu?  Pikiranku penuh sesak dengan  penyesalan, hutang, nasib ibu dan adikku serta bercampur pikiran lainnya. Lalu tiba-tiba saja pandanganku menjadi gelap. Dan selanjutnya aku sudah tidak sadar lagi.


BERSAMBUNG....
CERBER

PNS (part 1)


“ Kalau tidak ada uang percuma Burhan”   suara bisik Arif ditelinga.
“Betul sekali apa yang dikatakan Arif  itu sobat. Percuma kalau  kau hanya mengandalkan otak saja. Sekarang ini kalau  kau tidak punya modal, kau  tidak bisa lulus test PNS”  tambah Fajar menjelaskan.
Aku terdiam terpekur mendengarkan.  Terbayang wajah  ibu yang sudah tua dengan  mata penuh pengharapan ketika melepasku untuk mengikuti try out uji test PNS hari ini. Mata yang penuh dengan doa agar kelak aku bisa lebih dari almarhum ayah yang hanya seorang guru honorer. Menjadi seorang abdi Negara. Seorang Pegawai Negeri Sipil. Tapi sesungguhnya yang lebih mendasari keinginan Ibu adalah agar aku anaknya tidak  sengsara dikemudian hari.  Agar setiap bulannya dapur tetap dapat mengepul.  Agar ke empat adik-adikku  tetap dapat sekolah.  Agar kelak  ibu bersama calon  istri dan anakku bisa hidup dalam kesejahteraan yang layak. Tidak hidup menderita seperti sekarang.
Memang  sejak Ayah meninggal ketika aku masih SMP,  ibu bekerja membanting tulang demi menyekolahkan kami kelima anaknya. Berjualan kelontong seadanya dengan modal dari uang tabungan  gaji honorer ayah yang tidak seberapa. Tapi dalam diam dan tegarnya , ibu tidak pernah mengeluh dan menampakkan kesedihan didepan kami. Hanya akulah yang sering melihat ibu menangis diam-diam ketika malam menyapa, ketika ia mengadu kepada Rabb-nya di sepertiga malam. Tidak, ibu tidak pernah sengaja memperlihatkan tangisannya padaku saat itu. Akulah yang lancang memergokinya. Ya , aku anak tertua.  Sumber pengharapan keluarga.
Ah…. Sungguh awalnya tidak kurasakan sebagai beban.  Aku bersemangat untuk memenuhi harapan tersebut. Bahkan dalam anganku sudah terbayang aku yang berpakaian seragam keki. Seragam kebesaran PNS. Aku yakin dengan kemampuan otakku, bisa lulus PNS tahun ini. Apalagi selama ini aku tergolong bintang kelas. Nilai ijazah SMA ku bahkan yang tertinggi se-Kabupaten. Aku benar-benar percaya diri hingga Arif dan Fajar menyadarkanku dengan realita. Ucapan mereka seperti menarik kakiku untuk kembali menginjak bumi. Membenamkan kepalaku dalam air agar dapat berpikir jernih.
“Sudahlah Burhan.. kami tahu kalau kau itu pintar, berotak cemerlang. Tapi itu semua tidak cukup kawan. Kau tahu? Orangtuaku  telah  menyiapkan uang sekitar 50 Juta agar aku bisa jadi PNS. Si Fajar ini malah sudah siap 55 juta.betul tidak Jar?”   Arif kembali berbicara. Fajar hanya tersenyum malu. Ingin mengaku tapi juga gengsi. Jadi diambilnya sikap seolah tidak peduli. Aku terperangah..
“ Tapi, aku tidak punya uang sebanyak itu kawan…kau tahu lah sendiri bagaimna kondisi dirumah. Pendidikanku pun hanya lulusan SMA”
“Justru itu…..justru karena kau Cuma lulusan SMA. Banyak yang mengincar posisi ini kawan. Jutaan orang… bayangkan jutaan orang berebut 20 kursi jatah lulusan SMA. lalu kau cuma mengandalkan otak saja? Hahahahahaha… jangan mimpi kawan. Mungkin terdengar jahat, tapi aku cuma memberitahukan fakta, realita ini kepadamu karna kau kawanku”  
Arif kembali melanjutkan bersemangat. Fajar hanya menganggukkan kepala sembari tangan kanannya mengacungkan jempol tanda setuju.
“Eh kau tahu tidak  si Yanti kawan kita yang lulus PNS tahun kemarin? Dia mengaku bermain 45 juta biar lulus. Terus si Andi yang lulus jadi Polisi , kau pikir dia lulus begitu saja karna pintarnya? Hohoho tidak kawan…dia juga bermain.  Entah berapa tapi ia membenarkan kalau  telah  menyetor sejumlah uang  kepada panitianya. Lah terus kita? Ini kesempatan kedua kita. Kalau kita tidak ambil kesempatan ini, bisa lenyaplah karena tahun depan pasti bertambah banyak saingan. Belum lagi usia dan pendidikan kita yang hanya berijazah SMA. sebentar lagi expired kawan. Pekerjaan  swasta saja ogah  menerima kita.  Saat inilah kita harus berjuang demi masa depan kita. Memangnya kau tidak pernah berpikir kenapa kita tidak lulus tahun kemarin? itu bukan karena kita tidak mampu menjawab kawan. Kau tahu sendiri soalnya mudah. Bukan karena itu.  Tapi karena kita tidak membayar. Kita tidak memberikan persenan kepada panitianya. Ahh…kita memang terlalu polos, terlalu naif… “
Arif masih saja berceramah tanpa henti. Tidak menyadari kupingku yang mulai terasa panas. Bebal.
Aku terdiam merenung. Berpikir. Oh Tuhan…. Lalu bagaimana ini? Haruskah aku  ikut permainan  kotor ini? Sanggupkah aku  melihat lagi wajah kecewa ibu yang disembunyikan ketika tahun kemarin tidak lulus PNS? Bisakah aku membantu  ibu untuk membiayai sekolah keempat adikku yang saat ini entah karena apa biayanya tiba-tiba  menjadi selangit?. Aku memijit keningku yang  tiba-tiba merasa sakit. Tak terasa kedua tangan pun  ikut menjambak rambut untuk melegakan rasa pusing yang  tiba-tiba mendera. Mataku tiba-tiba terasa panas. Tapi  kutahan agar airmataku  tidak jatuh. Aku lelaki. Dan lelaki tidak  boleh menangis. Hhhh… mengapa  menghela  napas  ini pun tiba-tiba  terasa begitu berat?.  
Pembicaraan  kami pun berhenti karena panitia try out memasuki ruangan dan segera menerangkan peraturan-peraturan dan tatacara mengisi lembar  jawaban. Tapi  suara itu entah mengapa terasa sangat jauh. Tak dapat ku cerna dengan otakku. Harapan yang  tadi membuncah dalam dada tiba-tiba lenyap berganti beban  berat. Seperti ada batu yang mengganjal hatiku. Ya.. seperti itu rasanya.  Akhirnya   kucoba mengisi soal sebisa kemampuan untuk meredakan galau didada. Sungguh…  aku sudah tak mampu lagi berkonsentrasi.
                                       ******
“Jadi  bagaimana pak Hendra? Apakah  saya bisa mendapatkan pinjaman uang sebesar  Rp55 Juta itu?”
Laki-laki yang dipanggil pak Hendra itu tersenyum licik. Matanya memandang sosok didepannya dengan senang seperti seorang pemburu yang telah mendapatkan hasil buruannya. Diambilnya sebatang rokok kretek dan dihirup dengan nikmat. Masih asyik menatapi sosok didepannya dari ujung kaki hingga kepala. Sosok yang terlihat sangat berputus asa di raut wajahnya namun penuh harap di matanya. Pak Hendra kembali tersenyum sambil memperlihatkan gigi yang telah menguning akibat nikotin.
” Hm…itu bukan jumlah yang sedikit Burhan. Kau tahu?  Aku bukan ladang amal. Ini usaha.Memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan. Tapi ingat ! tidak percuma. Bagaimana?”
“Tidak mengapa pak Hendra. Apapun syaratnya saya akan penuhi. Asalkan uang itu bisa saya dapatkan hari  ini. Saya butuh sekali pak Hendra” aku kembali membujuk.
 Aku sudah tidak tahu harus kemana lagi untuk meminjam, walaupun kutahu bahwa pak Hendra adalah rentenir di kampungku. Tapi setidaknya aku harus berusaha mendapatkan pinjaman. Aku yakin jikalau aku lulus PNS, aku pasti bisa membayar hutang-hutangku kepada pak Hendra beserta bunganya. Aku  tidak ingin gagal lagi tahun ini. Itu tekadku.
“Oke… baiklah jika kau memaksa. Peraturan buat orang yang meminjam kepadaku adalah aku memberikan bunga sebesar 10% perbulan dari pinjaman tersebut. Kalau kau tidak dapat membayar pokoknya, cukup kau bayar saja dulu bunganya perbulan. Tapi jika kau tidak bisa membayar bunga pada bulan itu, kau akan kudenda sebesar 2% perhari dari jumlah bunga yang terlambat kau bayar. Bagaimana? Apakah kau sanggup?”
Pak Hendra kembali tersenyum lebar melihatku layaknya seekor mangsa yang empuk. Aku terkejut mendengar penjelasannya dan pak Hendra pasti bisa membacanya pada raut mukaku. Kebimbangan tiba-tiba datang,  terlebih tindakanku ini tanpa sepengetahuan ibu. Tapi aku sudah tak punya jalan lain. Aku harus dapat uang itu hari ini, agar aku bisa lulus PNS seperti kata Arif dan Fajar dua hari lalu. Hhh…Selama dua hari pula aku tidak bisa tidur nyeyak memikirkan cara untuk mendapatkan uang sebesar Rp55 Juta. Yah..Hanya ini jalan satu-satunya, pikirku.  
“ Baik pak, saya sanggup. Kalau  saya berhasil dapat keinginan saya ini yaitu lulus PNS, saya akan segera membayar kepada bapak beserta bunganya”
“Hmm… baiklah kalau kau yakin bisa. Aku akan segera menyuruh si ucil untuk membuatkan surat perjanjian pinjamannya. Ingat! Jika kau tidakberhasil membayarnya maka ibu dan adikmu juga harus ikut menanggung hutangmu. Rumah yang selama ini kalian tempati akan menjadi milikku. Camkan itu sebelum kau menandatangani surat perjanjian ini “
aku diam saja mengangguk pelan, pasrah, tidak bersuara. Dan dengan segera pak Hendra memanggil pak ucil untuk membuatkan surat perjanjian. Segera setelah ditandatangani, aku mendapatkan uang yang kuinginkan dalam amplop coklat. Tanpa sadar bibirku tersenyum demi melihat uang itu. Pakaian kheki yang selama ini ku idam-idamkan tiba-tiba menari jelas dipelupuk mata. Tak perlu menunggu lama aku segera berlari keluar. Sayup-sayup dibelakangku masih terdengar suara tertawa pak Hendra karena senang. Namun aku sudah tidak peduli.

Bersambung....

Selasa, 15 Desember 2015

RAMUAN TRADISIONAL PENYUBUR KANDUNGAN

Anak adalah Anugerah dari Tuhan yang sangat didambakan bagi yang sudah berkeluarga. Pun demikian dengan saya. 5 tahun sudah membina rumah tangga, namun tanda-tanda kehadiran buah hati belum kunjung tiba.  Berbagai cara telah kami tempuh, mulai dari dokter spesialis kandungan sampai dengan dukun beranak, mulai obat yang harganya berjuta2 sampai air putih yang telah ditiup do'a2, namun belum berhasil. Sampai pada akhirnya dua bulan yang lalu Ibu saya memberikan resep sederhana yang kemudian saya coba bersama suami, dan Alhamdulillah akhirnya tanda garis dua pada tes pack pun muncul.

Memang tiap orang berbeda kasus, berbeda pula jalan yang ditempuh. Saya sudah pernah mencoba minum air rebusan kacang hijau yang didih pertama selama 3 bulan berturut2, namun cara yang berhasil pada teman saya, justru gagal bereaksi terhadap saya.  Resep yang saya berikan ini telah berhasil kepada beberapa orang sebelum saya dan alhamdulillah cocok dengan saya walaupun pada awalnya saya "underestimate" dan tidak mau mencoba padahal resep ini sudah berkali2 dianjurkan, dan semoga cocok dengan kawan2 lain yang belum memiliki keturunan. Tiga hal yang pasti adalah ikhtiar, doa dan akhirnya tawakal.

Resep sederhana yang telah saya coba adalah  ( di kampung halaman saya di Bima NTB ramuan ini lebih dikenal dengan nama "Lo'i Pakombo" )  :
1. Sebelumnya rencanakan dahulu bersama suami, kira2 dalam bulan tersebut hendak berapa kali campur? Misalnya direncanakan hendak 7 kali campur. Maka harus komitmen bersama suami benar2 7 kali.
2. Perhatikan tanggal campur tersebut hendaknya berada pada tanggal2 di antara sepekan sebelum dan setelah hari ke 14 dihitung dari hari pertama haid (termasuk tanggal ke 14 hari karena itu masa ovulasi wanita). Misal, tanggal hari pertama datang bulan adalah tanggal 3, maka tanggal untuk kita rencanakan campur bersama suami adalah yang utama hari ke 14, yaitu tanggal 17. Kemudian 3 hari berikutnya berada pada tanggal2 sepekan sebelum tanggal 17 dan 3 hari berikut berada pada tanggal2 sepekan sesudah tanggal 17 dengan jarak selang satu hari. Jadi total tanggal rencana campur dengan suami apabila 7 kali adalah 11,13,15,17,19,21 dan 23.  Maksud selang sehari agar sperma juga bisa matang. Tanggal tersebut dianjurkan untuk ditaati. Tanggal2 selebihnya untuk beristirahat membiarkan pertemuan terjadi dalam rahim dan untuk membantu zigot tetap bertahan pada rahim2 yang kurang kuat.
3. Pada tanggal2 campur tersebut meminum ramuan sbb :
Perempuan : 7 atau 5 ruas temu giring dibersihkan. Kemudian  ambil 1/6 bagian kelapa tua, keduanya diparut. Peras parutan tersebut dengan air panas/hangat sampai mencapai kira2 satu gelas belimbing. Tambahkan 1  kuning telur ayam kampung mentah dan sedikit gula. Diminum pagi hari pada tanggal rencana campur dengan suami. Bila 7 kali berarti 7 kali juga meminum ramuan ini.
Laki-laki : 1  kuning telur ayam kampung mentah dicampur dengan 7 butir merica yang telah ditumbuk halus. Apabila ingin ditambahkan madu dipersilahkan, bila tidak pun tidak mengapa. Juga diminum pada pagi hari bersamaan dengan istri yang meminum ramuannya.
4. Bagi yang muslim, sebelum minum dianjurkan untuk membaca niat, syahadat, shalawat nabi dan  basmallah.
5. Sebagai catatan, ramuan yang diminum oleh bagian perempuan di atas juga bagus diminum oleh anak2 gadis satu bulan sekali krn membantu rahim tetap sehat, datang bulannya lancar dan tidak sakit.

Demikian resep tradisional yang pernah saya terapkan bersama suami selama 2 bulan dan Alhamdulillah berhasil. Tentunya tidak lupa dibarengi makan makanan sehat bergizi serta  berdoa kepada Tuhan karena bagaimanapun seorang anak itu merupakan anugerah yang akan diberikan pada orang2 yang dikehendaki-Nya. Jangan putus asa ya kawan... insyaAllah, semoga kawan2 semua dapat segera mendapatkan kebahagiaan seperti saya. Aamiinn ya rabbal 'aalamiinn.

Sabtu, 12 September 2015

Jiwa

Aku paling cinta pada senja
Ketika semburat warna jingga
Mengintip malu menyapa

Aku paling rindu pada ombak
Ketika riuh suara dan riak
Berlomba berkejaran menyeruak

Aku paling nelangsa pada sepi
Saat ia mencoba datang
Mengusik ketenangan hati

Cinta dan rindu
Adalah satu dalam ingatan
Sedang sepi
Terbelenggu ikut dalam keseharian

Ah...cukuplah aku
Memamah kata
Dalam lembaran

*yani*
Jogja, 12 September 2015

Kamis, 28 Mei 2015

Karena Pendidikan Tak Pandang Usia

Saya tergelitik untuk menulis sebaris dua baris catatan terkait judul diatas berdasarkan pengalaman saya pribadi. Usia saya sudah mencapai kepala 3. Suamipun demikian. Disaat kami sudah mencapai usia pertengahan usia Nabi kami, justru kami sedang semangat2nya menimba ilmu. Suami dengan pascasarjana pertaniaannya dan saya dengan pascasarjana teknik sipil. Walaupun terpisah pulau karena duami melanjutkan di UNHAS Makassar dan saya du UGM Jogja, namun kami dengan semangat mencoba mengasah pikiran kami yang sudah mulai berkarat.

Awal masuk di kampus saya sekarang, awalnya saya mengira akan bertemu dengan kawan2 seusia saya. Seperti halnya suami saya yang rata2 bertemu dengan kawan seusia bahkan tak jarang berusia diatas suami saya. Tapi ternyata semua teman-teman saya berusia jauh lebih muda dari saya dengan rentang usia mulai 6 sampai dengan 10 tahun. Karena saya ragu dapat beradaptasi dengan mereka, maka saya mencoba ikut memalsukan usia ketika ditanya. Saya hanya menjawab angkatan 2008. Dan anehnya mereka percaya, mungkin karna wajah saya yang imut dan bodi saya yang mungil *uhuk.

Terbongkarnya penyamaran saya tak lebih dan tak kurang karena kesalahan saya sendiri. Dimana saat perkenalan dengan dosen, dosen tersebut bercerita bahwa ada dulu ada Dosen dari UGM yang pernah menjabat menjadi Dekan fakultas Teknik di UNRAM NTB asal pendidikan sarjana saya. Saya lalu spontan menjawab ya, karena memang dahulu saya sempat bertemu beliau saat pertama masuk kuliah S1. Sang dosen terkejut, lalu bertanya angkatan berapa? Sebab bila angkatan baru tidak mungkin bertemu karena  bapak Dekan tersebut berhenti menjabat di UNRAM pada tahun 1999.  Akhirnya terbongkarlah kalau saya angkatan '99 untuk SMA dan 2004 untuk sarjana. Sejak saat itu resmilah predikat "Nyak" disandang karena teman2 tersebut menjadikan saya sebagai sesepuh. Tapi saya bahagia, karena saya juga secara tidak langsung menganggap mereka sebagai adik tak jarang sebagai anak 😂😂😂.

Hmm.. jauhnya  rentang pendidikan S1 dengan pendidikan pasca saya ini yaitu sekitar 10 tahun, ternyata berdampak kepada banyak ilmu dan teknologi baru yang belum saya pelajari. Mulai dari program SAP 2000 (tau sendiri dari nama programnya ajah tahun 2000 saya produk 90-an) AutoCAD, ArchiCAD, SketchUP dan sebagainya.  Matakuliahnya pun Ajaib... benar-benar menguras otak. Termasuk tugas-tugasnya. 😢😢.

Awalnya saya sempat down dan tidak percaya diri namun saya srgera bertekad harus belajar biar bisa biar tau. Dan Alhamdulillah saya kini sangat menikmatinya. Apalagi ilmu2 tersebut inshaAllah akan sangat berguna dan dapat diterapkan dalam pekerjaan saya kelak. Walau dengan susah payah namun seperti halnya pepatah air dapat melubangi batu jika mengalir terus menerus, pisau yang tumpul bisa menjadi tajam jika diasah terus menerus, begitu pula dengan otak kita. Lama kelamaan ilmu tersebut akan diadopsinya menjadi filamen2 dan dianggap sebagai bagian dari otak itu sendiri. 😂😂.

Walaupun akhirnya cerita saya melenceng dari judul diatas, namun yang pasti saya ingin mengatakan bahwa menimba ilmu itu jangan sampai terhalang usia, menimba ilmu harus kita lakukan selama hidup kita. Bukankah kejadian sehari-hari dan pengalaman dalam hidup juga merupakan ilmu bagi diri kita untuk dapat lebih baik lagi di masa depan?.  Banyak yang sudah tua tapi tidak malu untuk masuk kuliah lagi. Ikut paket C lagi. Dan sebagainya. Itu karena orang2 tersebut sadar akan perlunya pendidikan dalam hidup mereka. So, mengapa tidak bagi yang masih berusia muda, ayo manfaatkan hidupmu dengan belajar dan menimba ilmu karena kelak akan berguna dalam hidupmu seterusnya. Masa kalah sama yang Tua? Ya nggak?

*buah pemikiran dan tulisan yang tercipta di waktu luang diJogja 141115

Senin, 06 April 2015

Puisi ibu

"Ibu"
Tiga Puluh Dua tahun yang lalu aku kau lahirkan
Tiga Puluh Dua Tahun yang lalu tangisku kau dengarkan
Susah payah kau relakan waktumu demi menenangkanku
Hingga dirimu sendiripun tidak kau pedulikan

Duhai Ibu...
Selama waktu usiaku ini pula telah kau bersabar
Menghadapi sikapku yg terkadang menjengkelkan
Dan terkadang mengecewakan

Duhai Umi...
Cintaku kepadamu tak sebesar cintamu kepadaku
Pengorbananku kepadamu tak semurni pengorbananmu kepadaku

Walaupun bumi dan langit kupersembahkan buatmu
Takkan sanggup membayar segala jasamu kepadaku ibu..

Ibu.. umi ..permata jiwaku
Walau setiap hari merupakan hari ibu buatku
Namun hari ini izinkan aku mengucapkan kepadamu
"Selamat Hari Ibu" umiku tercinta...
Saranghamnida uri omma...♡♡♡♡

Jogja, 22 Des 2014
Buat ibuku tersayang
Dan ibu2 lainnya diseluruh jagad raya